|
Nurul Khotimah |
Dakwah Islam tidak
terbatas pada kegiatan kebahasaan, tetapi juga mencakup segala kegiatan atau
tindakan untuk meningkatkan ketaatan dan minat terhadap Islam. Titik fokus yang
kerap menjadi persoalan hari ini adalah bagaimana konsep dan strategi dakwah yang
dicanangkan dapat beradaptasi dengan problematika yang sedang dihadapi.
Membahas mengenai dakwah Islam, sangat tidak relevan ketika luput dikaitkan
dengan gerakan profetik. Profetik memiliki makna ciri dakwah Nabi dalam
membangkitkan kesadaran sosial untuk mengangkat derajat kemanusiaan,
memerdekakan manusia, dan mengantarkan manusia beriman kepada Tuhan. Untuk
menuju kesana, tentunya dengan bekal pergerakan dakwah yang masif.
Tantangan era
globalisasi mengharuskan konsep dakwah yang kreatif dan tidak bisa terlalu
monoton. Dakwah Islam yang dibangun harus bersifat inklusif dan diterima oleh
semua kalangan. Gutenberg Galaxy menyatakan bahwa fenomena ketergantungan
manusia terhadap elektronik akan menciptakan yang namanya global village [1]. Hal ini diartikan sebagai proses kehidupan yang baru dengan
mengabaikan batas geografis, budaya, politik, ekonomi, serta berpusat pada arus
informasi dan komunikasi yang luas.
Perkembangan teknologi
dan media mempengaruhi kegiatan dakwah yang sebelumnya bersifat tradisional,
kini beralih ke digital. Arus literatur keislaman lewat online semakin
berkembang. Seluruh pengetahuan mengenai keagaman sudah tersedia lewat media
sosial. Website, buku elektronik, media sosial dan masih banyak lagi. Kemudahan
mengakses informasi ini harus dimanfaatkan secara positif untuk mengoptimalkan
kegiatan dakwah yang ada. Islam harus bersifat adaptif, dalam artian mampu
memanfaatkan arus globalisasi dengan ikut serta di ranah digital. Gerakan
dakwah digital sangat dibutuhkan salah satunya oleh kaum perempuan untuk
membumikan wacana-wacana teologis dan menguatkan gerakan profetik di dunia
digital.
Dakwah digital merupakan
alat objektif yang menghubungkan ide-ide ummat. Ini adalah elemen penting dan
mewakili sumber kehidupan dari keseluruhan dakwah. Media dakwah tidak
bisa dipisahkan dari media komunikasi digital. Pemanfaatan media komunikasi
digital sebagai media dakwah merupakan peluang sekaligus tantangan untuk lebih
mengembangkan dan memperluas jalur dakwah. Hal ini berangkat dari gagasan Zhao
bahwa berbagai ide dan kreativitas dalam dakwah digital dapat diciptakan secara
produktif [2].
Upaya Perempuan
Membumikan Gerakan Profetik Melalui Konten Digital
Dalam perintah melakukan
amar ma’ruf nahi mungkar, posisi perempuan dan laki-laki telah diberikan amanah
yang sama. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam QS. At-Taubah:71 yang artinya: “Dan
orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah”[3].
Gerakan dakwah tidak
hanya menjurus pada laki-laki saja tetapi perempuan juga memiliki beban dan
tanggungjawab untuk mengemban misi dakwah Islam tersebut, namun yang membedakan
hanyalah kadar kapasitasnya. Jika menilik pada konteks dakwah hari ini, banyak
problematika yang mengharuskan laki-laki dan perempuan menggandeng tangan untuk
terus melakukan gebrakan dakwah dengan nilai-nilai profetik.
Pada kondisi saat ini,
dakwah tidak lagi dipahami hanya dalam wujud tertulis dan lisan saja, tetapi
harus dipahami konteksnya dalam strategi komunikasi dan pemasaran yang
memungkinkan untuk menggunakan metode dakwah secara efisien dan efektif [4].
Jika kita lihat sejarah dahulu mengenai para perempuan yang protes
kepada Rasulullah mereka menuntut hak yang sama dengan
laki-laki yang berhubungan dengan derajat
kemuliaan pada saat itu para perempuan mengajukan pertanyaan
kepada rasulullah kenapa hanya laki-laki saja yang disebut-sebut dalam
Al-Qur’an dalam segala hal. Lalu Allah menurunkan ayat yang menunjukkan bahwa
laki-laki dan wanita sesungguhnya memiliki
peluang yang sama untuk menjadi makhluk yang
mulia disisi Allah. Sesuai dengan Al-Qur’an Surah An-Nisaa ayat 32:“dan bagi
orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi para
perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan” [5].
Perempuan memiliki peran
yang sangat penting dalam dakwah digital, terutama mengingat kemajuan teknologi
dan perkembangan media sosial. Dakwah digital dapat diartikan sebagai upaya
menyebarkan ajaran agama Islam melalui berbagai platform digital seperti
internet, media sosial, dan aplikasi mobile. Penting untuk dicatat bahwa peran
perempuan dalam dakwah digital sebaiknya diarahkan pada upaya membangun
pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama, memotivasi, dan menyebarkan pesan
kebaikan. Semua ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital
dengan bijak dan memperhatikan nilai-nilai moral dan etika dalam menyebarkan
dakwah.
Isu-isu mengenai
persoalan perempuan tengah hangat untuk diperbincangkan, dimulai dari
kesetaraan, ruang dakwah yang terbatas, stereotip di masyarakat, kekerasan
seksual dan masih banyak lagi. Sedangkan dalam agama Islam sangat memuliakan
kaum perempuan. Oleh karena itu, beberapa perempuan maupun laki-laki hari ini
sedang fokus menjalankan misi dakwah untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pilar gerakan profetik
meliputi tiga aspek yakni transendensi, humanisasi, dan liberasi. Yang mana
ketiga aspek ini bisa menjadi acuan pemanfaatan media digital hari ini. Dakwah
digital adalah upaya untuk menyampaikan ajaran agama dan nilai-nilai keislaman
menggunakan media digital. Dalam proses membumikan gerakan profetik era ini
pasti sangat membutuhkan sentuhan digital, agar lebih masif dan diterima secara
inklusif.
Terdapat beberapa hal
yang perlu menjadi pusat perhatian dalam melakukan gebrakan dakwah digital
perempuan. Pertama, pemanfaatan media sosial: Gunakan platform media
sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube untuk menyebarkan
pesan-pesan keislaman yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad. Posting konten
yang mendukung nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan oleh Nabi dapat
membantu memperluas jangkauan dakwah.
Contoh konkritnya adalah
platform media sosial instagram @rahma.id. Platform ini merupakan media digital
perempuan yang merespon isu-isu perempuan dan Islam. Founder dan team platform
tersebut adalah perempuan di kalangan persyarikatan Aisyiyah dan Nasyiatul
Aisyiyah Jawa Timur. Ini adalah ikhtiar yang masif dilakukan untuk terus menghidupkan
risalah-risalah kenabian. Platform @rahma.id sangat konsisten membahas soal
kekerasan seksual, relasi sehat dalam pernikahan, parenting anak, kepemimpinan
Nabi, fiqih perempuan, isu-isu politik, dan masih banyak lagi. Setiap konten
yang dibuat didesain dengan menarik dan menggunakan bahasa yang sangat mudah
dipahami oleh publik. Sehingga, terkesan ringan untuk dilihat.
Contoh lainnya adalah
platform media sosial @perempuan_merah. Ini adalah komunitas yang digagas oleh
perempuan dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Platform ini terfokus pada
proses mengarahkan agar perempuan menjadi berdaya dan berjaya dan sudah melakukan
ekspansi gerakan di beberapa wilayah Indonesia. Sasaran yang dituju oleh
komunitas ini lebih kepada generasi milenial sehingga konten yang ditayangkan
lebih sesuai dengan generasi muda. Komunitas Perempuan Merah memiliki agenda
kegiatan yang tidak hanya ditujukan untuk perempuan, tetapi juga terbuka
ruangnya kepada laki-laki. Karena misi yang ingin dicapai adalah kesalingan
peran antara laki-laki dan perempuan yang mampu membangun sinergitas yang baik.
Selain daripada dua platform diatas, masih banyak media digital lain yang ikut
serta dalam mengusahakan pilar-pilar gerakan profetik. hal ini tentu dilakukan
dengan tujuan agar Islam dapat terus mengalami modernisasi atau penyesuaian
antara dakwah dengan kondisi zaman.
Kedua, pembuatan konten edukatif: Buat konten-konten
edukatif dalam bentuk artikel, video, podcast, atau gambar yang membahas
ajaran-ajaran Islam dan praktik kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan sunnah
Nabi. Pastikan konten tersebut mudah dipahami dan relevan bagi audiens target.
Gerakan dakwah digital yang dapat dilihat adalah konten-konten dari Youtube
Quraish Shihab, Sherly Razita, Ustadz Adi hidayat dan masih banyak lagi konten
Islami lainnya.
Ketiga, interaktif dan responsif: Fasilitasi interaksi
dengan audiens melalui kolom komentar, kuis, atau sesi tanya jawab. Respon yang
cepat dan positif terhadap pertanyaan atau tanggapan dapat memperkuat
keterlibatan dan menjadikan gerakan tersebut lebih hidup.
Keempat, kolaborasi dengan influencer Islam: Kerja sama
dengan influencer Islam yang memiliki pengikut besar dapat membantu mempercepat
penyebaran pesan dan memperkuat gerakan profetik. Pastikan bahwa influencer
yang dipilih memiliki pemahaman yang baik tentang ajaran Islam. Jika
diselaraskan dengan dakwah digital perempuan, influencer Islam yang perempuan
hari ini sudah banyak mengambil alih dalam berdakwah lewat konten yang mereka
buat contohnya seperti Ustadzah Oki Setiana Dewi dan Dena Haura.
Kelima, menggunakan teknologi canggih: pemanfaatan
teknologi terkini seperti augmented reality (AR), virtual reality (VR), atau
aplikasi pintar yang dapat membantu menyampaikan pesan keislaman dengan cara
yang inovatif dan menarik. Ini yang menjadi kekurangan dakwah Islam hari ini,
belum banyak terlihat penggunaan teknologi yang canggih dalam proses penyebaran
dakwahnya.
Keenam, keberlanjutan dan konsistensi: Membumikan
gerakan profetik membutuhkan keberlanjutan dan konsistensi dalam menyebarkan
pesan. Dengan penjadwalan konten secara rutin, dan pastikan pesan yang
disampaikan selalu berfokus pada nilai-nilai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Ingatlah bahwa
membumikan gerakan profetik dalam dakwah digital memerlukan pendekatan yang
bijak dan sensitif agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh
audiens serta memberikan dampak positif dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mistarija Mistarija,
“Urgensi Media Digital Dalam Berdakwah Pada Masa Pandemi Covid-19,” Al-Hikmah:
Jurnal Dakwah Dan Ilmu Komunikasi 8, no. 1 (2021): 79–84.
[2] Sofyan Rizal
Sunaryanto, “Dakwah Digital Melalui Meme Visualisasi Perempuan Dalam Perspektif
Semiotika,” Jurnal Kopis: Kajian Penelitian Dan Pemikiran Komunikasi
Penyiaran Islam 5, no. 02 (2023).
[3] Lia Wati Harahap,
“Peran Perempuan Dalam Dakwah Kontemporer,” Jurnal Komunika Islamika: Jurnal
Ilmu Komunikasi Dan Kajian Islam 9, no. 1 (2022): 40–48.
[4] Diyah Puspitarini, “Dakwah
Digital, Era Baru Solusi Persoalan Perempuan,” Dakwah Muhammadiyah Dalam
Masyarakat Digital: Peluang Dan Tantangan, n.d., 125.
[5] Jamalul Muttaqin, “Ulama Perempuan Dalam Dakwah Digital (Studi Kebangkitan Dan Perlawanan Atas Wacana Tafsir
Patriarkis),” Living Sufism: Journal of Sufism and Psychotherapy 1, no. 1
(2022): 92–104.