PILKADA 2024 ; Penyelengara Kehilangan Netralitas

Ilusrasi by AtmaGo
Oleh : Hafi Darmawan
(Sekum Cabang IMM Dompu)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu elemen penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Dalam konteks ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memainkan peran krusial dalam memastikan bahwa Pilkada dilaksanakan dengan jujur, adil, dan transparan. Namun, netralitas KPU sering kali menjadi sorotan, karena netralitas inilah yang menjadi fondasi kepercayaan publik terhadap hasil Pilkada nantinya.

Netralitas KPU dalam penyelenggaraan Pilkada adalah hal yang sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik, mencegah kecurangan, dan memperkuat demokrasi di Indonesia. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, dengan reformasi yang tepat, dukungan sumber daya yang memadai, dan kolaborasi dengan lembaga independen, KPU dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan memastikan bahwa Pilkada berlangsung secara adil dan transparan. Keberhasilan Pilkada yang adil dan transparan akan memperkuat legitimasi pemerintahan lokal dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan di seluruh daerah lebih lebih di Kabupaten Dompu.

Netralitas dan integritas Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sebagai pilar utama dalam menjalankan pemilu yang adil dan demokratis. Namun, ketika KPU dianggap tidak netral atau terlibat dalam manipulasi pemilu, hal tersebut dapat merusak seluruh sistem demokrasi. Tuduhan bahwa KPU adalah dalang cacatnya demokrasi merupakan isu serius yang harus ditangani dengan hati-hati dan transparansi. Ketika KPU gagal menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang, implikasinya bisa sangat merugikan bagi proses demokrasi di Indonesia

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menekankan bahwa KPU harus bersifat independen dan bebas dari pengaruh pihak manapun. Namun, jika KPU terbukti tidak independen atau terpengaruh oleh tekanan politik dan kepentingan tertentu, maka hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang. Independensi KPU adalah syarat mutlak untuk menjamin bahwa pemilu berjalan adil dan jujur.

Ini yang menjadi kekhawatiran kita bersama sekarang, ketika penyelenggara menyalahgunakan kewenangannya dan terlibat dalam praktik money Politik untuk memenangkan salah satu paslon. Tentu, pelanggaran ini sangat serius dan merusak integritas Pilkada dan demokrasi.

Praktik Money Politik dalam pilkada merupakan pelanggaran serius terhadap aturan hukum yang berlaku. Penyelenggara pemilu yang terlibat dalam tindakan ini jelas-jelas melanggar undang-undang dan harus dimintai pertanggungjawaban. Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada impunitas bagi mereka yang terlibat dalam kecurangan pemilu.

Kepercayaan publik adalah elemen fundamental dalam pilkada yang demokratis. Ketika penyelenggara pemilu terlibat dalam praktik kotor, kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran dan keadilan pilkada akan hancur. Hal ini dapat mengakibatkan apatisme politik di kalangan masyarakat, di mana mereka merasa bahwa suara mereka tidak dihargai dan proses pemilu sudah diatur oleh uang.

Sosialisasi tentang tolak money politik kerap kali kita dengar, namun money politik tetap terjadi di setiap Pemilu dan pilkada tiap tahunnya. Lalu, apa gunanya teriak teriak pilkada bersih dan adil, teriak teriak pilkada no money politik tapi tidak ada tindak lanjut dari penyelenggara, atau mungkin yang menjadi pemain adalah penyelenggara?

Praktik kotor seperti Money politik, penggelembungan suara, atau manipulasi data pemilih, merusak integritas pilkada. Pilkada yang tidak adil dan tidak jujur menghasilkan pemimpin yang tidak sah, yang legitimasi dan otoritasnya selalu diragukan. Hal ini dapat menyebabkan pemerintahan yang tidak stabil dan tidak efektif, yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas.

Tetap menjaga kesadaran dan kewarasan sebagai seorang yang cinta tanah air, tidak terpengaruh oleh oknum oknum bejat yang haus akan kepentingan individu dan mari kita kawal pilkada yang damai untuk bumi nggahi rawi pahu. (BM)



Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak