Abadi Per(j)Uangan

Oleh : Moh Ridho Ilahi Robi
(Kader IMM Cabang Sumenep)

Dalam setiap organisasi, jargon dan semboyan seringkali menjadi bendera yang dikibarkan tinggi-tinggi, simbol semangat dan arah perjuangan. Namun, apa yang terjadi jika semboyan tersebut mulai kehilangan maknanya, tergantikan oleh kepentingan-kepentingan sesa'at? Inilah yang tampaknya terjadi pada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), yang dulu terkenal dengan "Jargon Abadi Perjuangan"-nya. Kini, jargon tersebut seakan berubah menjadi "Abadi Peruangan".

Tak bisa dipungkiri, IMM memiliki sejarah panjang sebagai wadah mahasiswa yang berkomitmen terhadap nilai-nilai Islam dan perjuangan kemanusiaan. Namun, seiring berjalannya waktu, semangat perjuangan yang dulu menggelora kini mulai meredup. Bukannya berjuang untuk kepentingan umat dan bangsa, IMM tampaknya semakin terjebak dalam konflik internal dan perebutan kekuasaan.

Perjuangan yang Beralih Arah

Dulu, IMM dikenal sebagai garda terdepan dalam membela keadilan dan memberdayakan masyarakat, Gerakan sosial yang menggebu menjadi daya Tarik tersendiri bagi Organisasi ini. Kini, semangat tersebut seolah menguap, tergantikan oleh ketamakan pimpinannya, bahkan organisasi ini kini telah menjadi wadah bagi para pengangguran yang mencari kerja. IMM saat ini hanya berputar-putar di lingkaran sempit kepentingan pribadi dan kelompok. Bukannya menjadi teladan bagi mahasiswa lainnya, IMM kini justru sering kali terlihat sibuk dengan urusan-urusan internal dan politik yang tidak produktif.

Ketika jargon "Abadi Perjuangan" bergema, yang terbayang adalah semangat tanpa henti untuk terus memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan. Namun, dengan perubahan menjadi "Abadi Peruangan", yang tergambar adalah organisasi yang hanya berputar-putar di tempat, sibuk berurusan dengan konflik internal dan politik yang tak kunjung usai.

Dari Mahasiswa untuk Mahasiswa?

Idealnya, IMM sebagai organisasi mahasiswa seharusnya menjadi penyokong utama aspirasi mahasiswa. Namun, apa yang terjadi ketika fokus utama justru beralih pada bagaimana mendapatkan posisi dan pengaruh di dalam organisasi itu sendiri? Alih-alih menjadi motor penggerak perubahan, IMM kini sering kali terlihat lebih sibuk mengurusi masalah internal daripada memperjuangkan isu-isu strategis yang relevan dengan kebutuhan mahasiswa dan masyarakat luas.

Banyak anggota yang merasa kecewa dengan arah yang diambil oleh organisasi ini. Janji-janji perubahan yang dulu menjadi daya tarik utama bagi para mahasiswa kini hanya tinggal janji kosong. Para pemimpin IMM seakan lupa akan tanggung jawab mereka untuk menjadi suara bagi yang tak bersuara, menjadi pembela bagi yang terpinggirkan.

Perlu Arah Baru

Jika IMM ingin kembali menjadi organisasi yang relevan dan berpengaruh, perlu ada upaya serius untuk kembali ke akar perjuangannya. Jargon "Abadi Perjuangan" harus dihidupkan kembali, bukan hanya sebagai slogan, tetapi sebagai semangat yang nyata dalam setiap tindakan dan keputusan. Pemimpin-pemimpin IMM harus berani keluar dari zona nyaman, meninggalkan "peruangan" dan kembali fokus pada "perjuangan".

IMM harus merefleksikan kembali visi dan misinya, mengingat tujuan awal didirikannya organisasi ini. Hanya dengan demikian, IMM dapat kembali menjadi organisasi yang dihormati dan diakui, bukan karena kekuasaan internalnya, tetapi karena kontribusinya yang nyata bagi masyarakat.

“Organisasi yang dulunya adalah wadah untuk menampung retorika pemuda, kini seakan telah menjadi wadah bagi para pengangguran yang ingin mencari kerja.”

Kritik ini bukanlah untuk menjatuhkan, melainkan untuk mengingatkan. IMM memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang signifikan. Namun, semua itu hanya bisa tercapai jika organisasi ini kembali menemukan arah perjuangannya yang sejati. Mari kita berharap, di masa depan, jargon "Abadi Perjuangan" kembali bergaung, bukan sebagai kenangan, tetapi sebagai realitas yang terus diperjuangkan.(BM)
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak