 |
| Oleh : Ikhwanur Muslimin (Ketua Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik PC IMM Dompu) |
Sejatinya demokrasi digagas untuk mewakili suara rakyat yang direpresentasikan lewat pemimpin. Oleh karena itu, wajib hukumnya pemimpin memenuhi keinginan atau kebutuhan masyarakat sehingga kesejahteraan bagi masyarakat tercapai.
Dompu akhir-akhir ini memang dibanjiri dengan berbagai macam aksi protes yang bertujuan untuk mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah konkrit terkait dengan problem harga jagung.
Mirisnya, hari ini kita dikejutkan dengan penangkapan Aktivis Pejuang Harga Jagung dengan dalih pengrusakan gerbang PEMDA. Pengrusakan gerbang Pemda adalah bentuk kekecewaan masa aksi terhadap Bupati Dompu yang tidak mampu menyelesaikan masalah kebobrokan harga jagung, terlebih lagi setiap aksi yg dilakukan oleh mahasiswa Bupati Dompu tidak pernah ada, dengan dalih pergi ke luar daerah.
Sikap ortoriter dan anti kritik Bupati Dompu adalah bentuk penghianatan terhadap masyarakat kabupaten Dompu, Pemimpin bukan lagi payung yang menjadi pelindung melainkan musuh dalam selimut.
Aparat kepolisian yang seharusnya mengayomi, melindungi dijadikan pion untuk menghadang bahkan melakukan tindakan represif terhadap masa aksi. Do,a dan air mata tidak lagi berlaku dibumi Nggahi Rawi Pahu, sebab tangisan-tangisan para petani tidak lagi didengar oleh pemerintah daerah kabupaten Dompu. Kritik sebagai sarana kontrol namun dihadiahi tindakan represif bahkan berakhir dijeruji besi.
Kita tidak akan pernah lupa dengan catatan sejarah, dimana 21 Mei 1998 adalah masa kejayaan bagi elemen mahasiswa bahkan seluruh lapisan masyarakat yang telah berjuang untuk Indonesia.
Kita tidak ingin mengulang kembali sejarah yang melibatkan seluruh elemen mahasiswa bahkan seluruh lapisan masyarakat sehingga Indonesia saat ini lahir dari keringat dan darah para pejuang yang rela mati di Medan juang.
Penangkapan 5 aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Dompu menjadi bukti bahwa PEMDA Dompu hari ini tidak sanggup untuk mensejahterakan rakyat karna ini mencerminkan ketidakmapuan pemerintah untuk menangani setiap kritikan yang diberikan secara konstruktif.