Latar Belakang Dibentuknya IMM
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan salah satu organisasi mahasiswa islam indonesia, yang merupakan organisasi otonom Muhammadiyah. IMM sudah berdiri sejak tahun 1964, kelahiran IMM pun dilandasi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. yang dimaksud dengan faktor internal adalah yang berasal dari dalam diri muhammadiyah sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar muhammadiyah, umat islam maupun kondisi kehidupan masyarakat dan kebangsaan pada masa itu.
Faktor internal yaitu sesuai dengan tujuan muhammadiyah “ menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam, sehingga terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya”. Masyarakat yang dimaksud dalam tujuan muhammadiyah adalah semua lapisan masyarakat yang ada di Indonesia, mulai dari masyarakat bawah (jelata), masyarakat padat karya, dan masyarakat adminstratif dan lain sebagainya. termasuk masyarakat kampus yaitu mahasiswa. Muhammadiyah bermaksud untuk menghimpun dan membina kader di kalangan mahasiswa dengan cara mendirikan perguruan tinggi muhammadiyah, dan gagasan ini pertama kali di sampaikan saat muktamar muhammadiyah ke 25 pada tahun 1936 yang pada saat itu pimpinan pusat Muhammadiyah di ketuai oleh KH. Hisyam ( periode 1934-1937). Namun karena dirasa belum mendesaknya pembentukan wadah untuk kader mahasiswa di kalangan muhammadiyah dan juga karena muhammadiyah belum memiliki perguruan tinggi maka gagasan itu sempat didiamkan. Selain itu jumlah mahasiswa di lingkungan muhammadiyah belum begitu banyak, maka pembinaan untuk mahasiswa muhammadiyah dirasa cukup dengan bergabung dalam Pemuda muhammadiyah untuk putra dan Nasyiatul Aisyiyah untuk putri .
Seiring dengan perkembangan mahasiswa dalam organisasi otonom tersebut, mereka merasa perlu adanya perkumpulan khusus mahasiswa islam. Mereka pun memilih alternatif dengan bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI). Mengingat diantara pendiri-pendiri HMI diantaranya ada kader Muhammadiyah (maisarah hilal, cucu KHA. DAHLAN dan aktivis Aisyiyah dll.) dan pada saat itu HMI di pegang oleh tokoh muhammadiyah yang secara aktif mengelola HMI. Hingga ada asumsi bahwa “bila muhammadiyah pada waktu itu tidak perlu menghimpun atau membina langsung, sebab sudah ada HMI. Artinya pengkaderan itu bisa dititipkan ke HMI.” . Dengan harapan HMI tetap konsisten dengan faham keagamaan yang diilhami Muhammadiyah.
Namun pada perkembangannya HMI mengalami perbedaan ideologi dengan muhammadiyah dalam memandang islam. Hingga akhirnya Muhammadiyah memutuskan untuk memisahkan kader-kader nya yang dikalangan mahasiswa dengan hmi. Pada tanggal 18 november 1955 muhammadiyah membentuk departemen pelajar dan mahasiswa sebagai wadah untuk menampung aspirasi pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah. Saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah yang pertama pada tahun 1956 ditetapkan untuk menghimpun dan membina pelajar dan mahasiswa muhammadiyah dalam organisasi yang terpisah dari pemuda muhammadiyah. Maka pada saat konferensi pimpinan daerah muhammadiyah (KONPIDA) pada tahu 28 juli 1962 diputuskan untuk mendirikan IPM (ikatan pelajar muhamadiyah).
Seiring berkembangnya PTM-PTM yang ada di Indonesia yang dirintis pertama kali oleh Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang dan Sekolah Perguruan di Jakarta. Maka gagasan untuk membentuk organisasi mahasiswa Muhammadiyah semakin kuat. Menjelang Muktamar Muhammadiyah setengah abad di Jakarta tahun 1962 diadakan kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta dan hasil dari kongres ini yaitu, melepaskan Departemen Kemahasiswaan untuk berdiri sendiri dari Pemuda Muhammadiyah. Karena semakin bertambahnya mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah dan putra-putri keluarga besar Muhammadiyah, maka dibutuhkan wadah berorganisasi khusus mahasiswa Muhammadiyah. Akhirnya, mengingat wadah untuk mahasiswa muhammadiyah sangat di butuhkan maka pada tahun 1963 didirikan Lembaga Dakwah Mahasiswa yang di koordinir oleh : Ir. Margono, Dr. sudibjo Markoes, Drs. Rosyad Saleh. Sedangkan ide pembentukannya dari Drs. Moh. Djazman Al-kindi. Setelah didirikannya Lembaga Dakwah Mahasiswa Muhammadiyah, Djazman Al-kindi melakukan penjajagan untuk mendirikah wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah selama 3 bulan.
Pada tanggal 14 Maret 1964 bertepatan dengan 29 syawwal 1384 H, didirikanlah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang di resmikan oleh ketua PP Muhammadiyah H.A Badawi di Yogyakarta. Dengan Drs. Moh. Djazman Al-kindi sebagai ketua dan koordinator, beserta anggota-anggotanya, yaitu Rosyad Saleh, Soedibjo Markoes, Moh. Arif, Zulkabir dll.
Fakor eksternal menyangkut keadaan umat islam dan politik di indonesia pada tahun 60-an. Saat itu kondisi umat islam yang masih mengikuti ajaran nenek moyang yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini akan berdampak pada mahasiswa yang harusnya berfikir kiritis dan jauh ke depan, bukan menjadi jumud dan mengalami kemunduran. Disamping itu keadaan politik atau pemerintahan indonesia yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan adanya ancaman komunisme di indonesia. Pergolakkan Organisasi mahasiswa periode 50 sampai 60-an mengalami kesulitan dalam mempertahankan independensi nya. Dan mereka (organisasi mahasiswa indonessia) terancam di bubarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saat itu mempunyai banyak pendukung dan sangat dekat dengan pemerintahan. HMI menjadi salah satu sasaran dari organisasi PKI untuk dibubarkan. Disaat terdesaknya HMI untuk dibubarkan disitulah IMM lahir. Sehingga muncul persepsi yang salah bahwa IMM lahir karena HMI mau di bubarkan. sementara menurut sejarah HMI mau dibubarkan pada tahun 1964 sedangkan ide atau gagasan untuk berdirinya IMM jauh beberapa tahun sebelumnya.
Karena berbagai faktor internal dan eksternal itulah, IMM dinilai sebagai suatu kebutuhan bagi Muhammadiyah. Maka putra-putri Muhammadiyah yang saat itu turut mengembangkan HMI kembali ke Muhammadiyah dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai anak atau Ortom Muhammadiyah.
Setelah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dibentuk dan resmi di setujui oleh PP Muhammadiyah dan Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno. IMM mengadakan Muktamar yang pertama, atau Musyawaran Nasional (MUNAS) pada tanggal 1-5 Mei 1965 di Solo. Pada Mukatamar yang pertama ini IMM menelorkan Deklarasi Kota Barat (Solo, 1965), yang sekarang lebih dikenal dengan “enam pengasan IMM” yang di tanda tangani oleh KHA. Badawi selaku ketua PP Muhamadiyah . Adapun isi deklarasi tersebut, yaitu :
- IMM, adalah gerakan Mahasiswa Islam
- Kepribadian Muhammadiyah, adalah landasan perjuangan IMM
- Fungsi IMM, adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah
- Ilmu adalah amaliyah dan amal adalah ilmiah IMM
- IMM, adalah organisasi yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara yang berlaku
- Amal IMM, dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Selain menelorkan Deklarasi Kota Barat, IMM juga membentuk Personalia Dewan Pimpinan Pusat IMM periode 1964-1967, sebagai berikut :
Ketua umum : Moh. Djazman Al-kindi
Wakil ketua : Soedibjo Markoes
Wakil Ketua : Sofyan Tanjung
Sekretaris Jenderal : Sjamsu Udaya Nurdin
Wakil sekjen : Bahransjah Usman
Wakil sekjen : Sugiarto Qosim
Bendahara Umum : Abuseri Damiyanti
Anggota-anggota : Yahya A. Muhaimin
Sukiriyono
Zulkabir
Tabrani Dris
Zulfaddin Hanafiah
Adnan Razak
Djaginduang Dalimunthe
Bachtiar Achsan
Biro Organisasi Kader : A. Roshad Saleh
Zainuddin Sialla
Biro politik dan lembaga
Pengambangan ilmu : Moh. Amien Rais
Jahja A. Muhaimin
Dept. Penerangan : Marzuki Usman
Dept. Keputrian : Aida Saleh
Lembaga Penyiaran islam : Soedibjo Markoes
Dept. Kesejahteraan : Moh. Arief
Lembaga seni dan budaya : Abdul Hadi MW
Saat Mukatamar IMM yang ke-1 pada mei 1965, kondisi bangsa Indonesia lumayan memprihatinkan. dimana politik, militer dan ekonomi sangat kacau karena pemberontakan PKI terjadi yang terjadi dimana-mana. Puncak penyerangan yang dilakukan PKI adalah pada tanggal 30 september 1965 (G 30/ S PKI) kepada pemerintah maupun masyarakat indonesia. Mulai dari penculikan hingga pembunuhan para petinggi-petinggi militer maupun petinggi-petinggi agama Islam di tanah air. Bahkan beberapa kantor pemerintahan juga berhasil di duduki oleh PKI (internet). Secara histois, kehadiran Munas (Musyawarah Nasional) IMM ke-1 merupakan langkah politis yang tepat untuk menanamkan semangat juang mempertahankan kemerdekaan RI sekaligus menambah kekuatan ormas-ormas mahasiswa termasuk HMI.
Menurut sejarah, pimpinan IMM periode 1965-1968 hingga Muktamar yang ke-II mempunyai banyak peran dalam membantu Republik Indonesia untuk pembubaran PKI dan juga membela HMI agar tidak di bubarkan. mulai dari bergabung bersama KOKAM yang bekerja sama dengan unsur TNI dan ABRI yang anti PKI. IMM juga turut ambil bagian dalam pembentukan KAP GESTAPU (Kesatuan Aksi Penggayangan Kontra Revolusi G. 30 S. PKI) pada tanggal 4 Oktober 1965 dan masih banyak lagi peran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada masa itu.
Muktamar IMM yang ke-II dilaksanakan pada 26-30 november 1967 di banjarmasin. Pada Muktamar IMM yang ke-II ini Djazman Al-kindi kembali di pilih sebagai Ketua Umum periode 1967-1970. Dalam periode kepemimpinan IMM yang ke-II ini menghasilkan sebuah Identitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Muktamar IMM ke-III dilaksanakan di yogyakarta pada tanggal 14-17 Maret 1971. Dalam Muktamar IMM yang ke-III ini tersusun personalia DPP IMM periode 1971-1974 yang di ketuai oleh Drs. Rosyad Sholeh. Amanah Mukatamar IMM ke-III, bahwa Muktamar yang ke-IV dilaksanakan di Medan atau Jakarta. Akan tetapi setelah berembug dengan PP Pemuda Muhammadiyah dan OC Muktanar akhirnya di putuskan tempat Muktamar IMM ke-IV yaitu di Semarang pada tanggal 21-25 Desemver 1975 M. Berbarengan dengan Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-VI. Dalam muktamar IMM yang ke-IV tersusun personalia DPP IMM periode 1975-1978, dan terpilihnya Drs. Zulkabir sebagai ketua umum beserta jajarannya.
Selain menyusun personalia DPP IMM di periode itu, Muktamar IMM ke-IV juga menelorkan Deklarasi yang dalam perkembangannya mengalahkan popularitas DPP IMM juga menggusur program muktamar yang di tanfidzkan dengan SK No. : 002/A-1/76 tgl, 8 shafar 1396/ 8 februari 1976 M. Hasil Deklarasi yang ditelorkan dari Muktamar IMM yang ke-IV dikenal dengan Deklarasi Masjid Raya Baiturrahman 1975 (mki). Deklarasi tersebut ditandatangani sebanyak 36 orang, 17 orang generasi awal IMM dan 17 orang generasi penerus.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah periode 1975-1981 kurang banyak melakukan aktifiats di tingkat nasional. DPP IMM saat itu mengusulkan kepada pemerintah RI dalam melakukan pembinaan bagi generasi muda dan mahasiswa diperlukan adanya seorang pembantu Presiden, yakni seorang menteri yang khusus bertugas menangani masalah kepemudaan, yang akhirnya lahirlah dalam komposisi kabinet, tepatnya mulai Kabinet Pembangunan III (1983-1988) dengan dr. Abdul Gafur sebagai menterinya, yaitu Menpora (Menteri Urusan Pemuda dan Olah Raga), dan Ir. Akbar Tanjung sebagai Kabinet Pembangunan IV (1988-1993).
Pada Muktamar IMM ke-IV di semarang, terkait dengan pengembangan ikatan telah merekomendir pengeseran azas pengorganisasian IMM dari azas teritorial kepada azas potensial. Penggeseran ini dimaksudkan supaya IMM senantiasa berorientasi kepada bidang-bidang gerak Muhammadiyah dan kebutuhan dasar mahasiswa. Dan juga merumuskan bahwa komisariat sebagai institusi terbawah dalam jenjang kepemimpinan ikatan, merupakan basis kegiatan. Dengan ini terjadilah upaya perluasan IMM melalui rekomendasinya kepada PP Muhammadiyah. Atas dasar rekomendasi dari Muktamar IMM ke IV kepada Muhammadiyah kaitannya dengan pengembangan IMM, maka Muhammadiyah telah mengeluarkan petunjuk mengenai pembinaan mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah yang juga merupakan rekomendasi dari hail lokakarya, dengan suratnya nomor : E.1/234/1978 tertanggal 31 oktober 1978 nomor: E.1/001/79 tanggal 2 Januari 1979 dan nomor E.3/014/1979 tanggal 6 Januari 1979.
DPP IMM periode Zulkabir yang harusnya berakhir pada tahun 1978 atau 1979 paling lambat. Namun pimpinan mereka merasa belum maksimal dalam menjalankan amanah dari Mukatamar ke III dan IV. Tahun 1979 diadakanlah Tanwir V di Jakarta atas desakan dari DPD IMM DKI Jakarta yang saat itu di ketuai oleh Drs. M. Yunan Yusuf. Dengan keputusan bahwa DPP IMM akan melaksanakan Muktamar ke-V pada oktober 1979. Disnilah awal terjadinya kevakuman pada DPP IMM, karena hingga beberapa tahun kemudian DPP IMM periode 1975-1978 tidak mampu mangadakan Muktamar yang ke-V, personalia DPP IMM periode 1975-1978 telah berpencar-pencar di berbagai daerah hingga komunikasi antar anggota DPP pun menjadi renggang bahkan putus. menyebabkan kekosongan pada tingkat DPP IMM di tingkat nasional. DPD IMM DKI Jakarta pada tanggal 14-15 Maret 1981 mengadakan Musyda V dan menyuarakkan akan mendesak supaya DPP IMM periode 1975-1978 segera melaksanakan muktamar. (tkd)
Namun DPP IMM tidak menanggapi suara dari Musyda IMM DKI Jaya tersebut. Maka pada tanggal 3 juni 1982 para alumni IMM DKI Jaya menandatangani surat himbauan kepada PP Muhammadiyah supaya turun tangan dan segera melaksanakan Muktamar IMM ke-V dan surat ini ditembuskan kepada PWM seluruh Indonesia. Tetapi Muktamar tetap belum dilaksanakan. Walapun DPP IMM mengalami kevakuman tidak mempengaruhi aktivitas IMM di setiap daerah dan cabang. Identitas IMM ternyata begitu melekat pada IMM, di daerah-daerah dan cabang-cabang, IMM masih tetap tumbuh bahkan semakin subur. Kondisi DPP IMM akhirnya terdengar oleh PP Muhammadiyah, dimana Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu banyak alumni dari DPP IMM sebelumnya, seperti Djazman Al-kindi, Sutrisno Mhudam, Rosyad Saleh dll. Akhirnya PP Muhammadiyah yang telah mengesahkan IMM segera turun tangan kedalam pembenahan DPP IMM.
Setelah mengalami kevakuman dan kemandegan selama satu dasawarsa, maka pada tahun 1985 IMM mulai memasuki periode kebangkitan dengan adanya SK PP Muhammadiyah No. 10/PP/1985 tanggal 31 Agustus tentang pembentukan DPP (sementara IMM. Setelah dilantik pada tanggal 1 September 1985 dengan Immawan Wahyudi sebagai ketua umum. DPP(S) IMM mulai menata kembali dan menjalankan aktivitas organisasinya. Pada tanggal 7-10 Desember 1985 DPP(S) mengadakan Tanwir IMM ke-7 di Surakarta, bertemakan “Bangkit dan Tegaskan Identitas Ikatan”. Akhirnya pada tanggal 14-18 april 1986, DPP(S) berhasil menyelenggarakan Muktamar IMM ke-V di Padang. Dalam Mukatamar IMM yang ke-V tersebut menyusun kepengurusan DPP IMM yang baru, periode 1986-1989 dengan Nizam Burhanuddin sebagai Ketua Umum.
Muktamar ke-V tersebut juga merumuskan kembali maksud dan tujuan IMM dengan menambahkan kalimat “yang berakhlak mulia” di tengah kalimat yang sudah dirumuskan pada Muktamar yang ketiga. Dalam Muktamar ini juga menghasilkan Deklarasi Padang, yang mengartikulasikan visi dan keberpihakan IMM terhadap masalah-masalah dunia internasional, umat islam Indonesia, Muhammadiyah, IMM, serta pembinaan generasi muda dan mahasiswa. (mki) Setelah melewati tidur panjang, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah khususnya Dewan Pimpinan Pusat memulai masa kebangkitannya. Dengan aktif dalam segala aktivitas dan pelaksanaan program kerjanya, juga aktif dalam menyikapi dan merespons persoalan sosial politik. IMM juga turut andil dalam aksi-aksi gerakan reformasi bersama kalangan mahasiswa dan kaum intelektual tahun 1997, yang berhasil melengserkan presiden Soeharto. Hingga setelahnya IMM hampir selalu aktif dalam aksi dan gerakan-gerakan terkait masalah nasional maupun internasional.